JAKARTA - Kejaksaan Agung telah menetapkan empat orang tersangka dugaan kasus pidana korupsi terkait pemberian izin fasilitator ekspor minyak goreng pada 2021 hingga 2022.
Dikutip dari kompas.com, salah seorang tersangka dalam kasus ini adalah Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan RI, Indrasari Wisnu Wardhana.
Jaksa Agung Sanitiar Burhanuddin mengatakan, Indrasari telah melakukan perbuatan melawan hukum menerbitkan menerbitkan persetujuan ekspor komoditi crude palm oil (CPO) dan produk turunannya ke Permata Hijau Group Wilmar Nabati Indonesia, PT Multimas Nabati Asahan, dan PT Musim Mas.
Padahal, ketiga perusahaan itu belum memenuhi syarat domestic market obligation (DMO) dan domestic price obligation (DPO) untuk diberi izin persetujuan ekspor.
Lantas, mungkinkah harga dan stok minyak goreng goreng kembali normal setelah terbongkarnya kasus ini?
Tanggapan YLKI
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan, terbongkarnya kasus ini tidak serta-merta menormalkan harga dan stok minyak goreng. Pasalnya, struktur pasar minyak goreng, CPO, dan sawit di Indonesia tidak sehat.
"Di satu sisi memang ada persoalan hukum, tapi di sisi lain struktur pasar minyak goreng, CPO, dan sawit saya kira tidak sehat," kata Tulus kepada Kompas.com, Rabu (20/4/22).
Menurut dia, struktur pasar ini merupakan penyebab utama terhadap mandulnya kebijakan pemerintah terhadap minyak goreng.
Jika struktur pasar itu bisa dibongkar ulang, Tulus menilai, pemerintah ke depannya bisa lebih siap dalam menghadap pasar minyak goreng, CPO, dan sawit.
Malaysia, misalnya, memiliki struktur pasar yang lebih baik karena 40 persen di antaranya dimiliki oleh negara.
"Sehingga pemerintah Malaysia cukup efektif ketika menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET). Kalau kita, HET tidak mempan karena pemerintah tidak memiliki kontribusi apa-apa," jelas dia.
"Maksudnya marketnya tidak dimiliki pemerintah, karena hanya 6 persen yang dimiliki oleh BUMN, yang lain dimiliki oleh swasta, koperasi-koperasi, kebun-kebun rakyat," sambungnya.
Karena itu, ia berharap agar pemerintah berani membongkar struktur pasar itu, sehingga lebih fair dan berpihak pada rakyat.
Menurutnya, struktur pasar yang tidak sehat ini merupakan yang terjadi saat ini saja, tapi juga warisan pemerintah-pemerintah sebelumnya.
Apabila membongkar struktur pasar ini terlalu sulit, ada dua upaya lain yang bisa dilakukan pemerintah. Pertama, pemerintah harus memiliki storage atau tanki-tanki minyak goreng.
"Kalau harga pasar sedang tinggi, pemerintah bisa mengeluarkan dari storage itu, sehingga bisa menurunkan harga pasar. Ketika murah, minyak bisa dimasukkan ke dalam storage tersebut," ujarnya.
"Indonesia tidak memiliki itu, sehingga ketika harga melambung, ya sudah. Tidak ada storage, kepemilikan pasar juga tidak, akhirnya tidak bisa berbuat banyak," tambahnya.
Kedua, pemerintah bisa menarik ulang atau buy back lahan-lahan yang telah dijual ke pihak swasta atau lahan yang disewakan.( sumber : kompas.com)