Krisis Ekonomi Bayangi Israel, 300 Ekonom Peringatkan Netanyahu

Krisis Ekonomi Bayangi Israel, 300 Ekonom Peringatkan Netanyahu
Bendera Israel

JAKARTA - Sekitar 300 ekonom senior Israel mengirim surat kepada Perdana Menteri Benjamin Netanyahu dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich akan potensi krisis ekonomi sebagai dampak perang dengan kelompok Hamas yang menguasai jalur Gaza di Palestina.

Dengan tegas, para ekonom meminta Netanyahu untuk segera menghentikan semua item pengeluaran yang tidak penting dalam anggaran negara.

“Anda tidak memahami besarnya krisis ekonomi yang dihadapi perekonomian Israel,” kata para ekonom dalam surat tersebut, dikutip dari The Times of Israel dikutip Senin (6/11/24). 

Menurut ekonom, kelanjutan tindakan yang dilakukan saat ini akan merugikan perekonomian Israel, melemahkan kepercayaan warga terhadap sistem publik, dan melemahkan kemampuan Israel untuk pulih dari situasi yang mereka alami.

Di antara para ekonom yang meneken surat tersebut adalah mantan gubernur Bank Israel Prof Jacob Frenkel, mantan pengawas bank dan akuntan jenderal Bank Israel Rony Hezkiyahu, mantan pengawas bank Yair Avidan, mantan pejabat Kementerian Keuangan Haim Shani, mantan ketua Dewan Ekonomi Nasional Prof Eugene Kandel, Prof Eytan Sheshinski, Prof Leo Leiderman dari Universitas Tel Aviv dan dan pemenang Hadiah Nobel Ekonomi 2021 Joshua Angrist dari Massachusetts Institute of Technology. 

Pada perang Israel dengan Hamas yang memasuki minggu keempat pekan lalu , sekitar 70% perusahaan teknologi dan startup Israel menghadapi gangguan dalam operasi mereka karena sebagian besar karyawan mereka telah melapor untuk menjadi tentara cadangan.

Hal itu diketahui dari  survei yang dilakukan oleh Israel Innovation Authority dan Start- Lembaga Kebijakan Bangsa Atas (SNPI).

 Dampaknya, menurut survei itu, banyak perusahaan mulai dari pembangun hingga restoran tutup dan perusahaan ritel lainnya merumahkan karyawannya. 

Surat para ekonom tersebut meminta Netanyahu dan Smotrich untuk mempertimbangkan kembali prioritas pengeluaran nasional, karena perkiraan biaya rehabilitasi perang diperkirakan mencapai puluhan miliar shekel (mata uang Israel), atau bahkan lebih.

“Pukulan hebat yang menimpa Israel memerlukan perubahan mendasar dalam urutan prioritas nasional dan pengalihan anggaran besar-besaran untuk mengatasi kerusakan akibat perang, membantu para korban, dan merehabilitasi perekonomian,” tulis mereka dalam surat tersebut. 

Mereka mendesak pemerintah untuk segera menghentikan pengeluaran anggaran yang tidak penting untuk upaya perang dan rehabilitasi ekonomi, termasuk transfer dana koalisi yang diperkirakan berjumlah NIS 9 miliar (US$2,2 miliar).Anggaran negara 2023-2024, yang disahkan pada bulan Mei, mencakup lebih dari NIS 13 miliar belanja koalisi diskresi, yang sebagian besar dialokasikan untuk program pendidikan bagi komunitas ultra-Ortodoks.

 “Pada saat yang sama, anggaran untuk tahun 2024 harus dibuka dan diperbarui sesuai dengan urutan prioritas yang mencerminkan kebutuhan perekonomian secara keseluruhan sehubungan dengan perang,” desak mereka dalam surat tersebut.

Pekan lalu, Bank of Israel memangkas perkiraan pertumbuhannya untuk tahun 2023 dan tahun depan sambil memperingatkan dampak negatif perang terhadap ekonomi lokal dan pasar keuangan.

 Departemen riset bank sentral memperkirakan perekonomian akan tumbuh sebesar 2,3% pada tahun 2023 dan sebesar 2,8% pada tahun 2024, seiring dengan menurunnya konsumsi swasta dan terbatasnya kemampuan untuk bekerja, turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 3% untuk tahun ini dan tahun depan seperti dilansir dari Media Indonesia. ( ktc )

Berita Lainnya

Index