Israel Terancam Bangkrut, Lawan Boikot Pakai 'Jurus Sakti'

Israel Terancam Bangkrut, Lawan Boikot Pakai 'Jurus Sakti'
Foto: Bendera Israel (AFP via Getty Images/AHMAD GHARABLI)

JAKARTA - Sejak berdiri pada tahun 1948, Israel dianggap sebagai musuh  yang harus dihilangkan oleh banyak pihak karena telah merebut tanah warga Palestina. Apalagi sepanjang keberadaanya, Israel kerap melakukan tindakan represif di luar batasan kemanusiaan.

Atas dasar ini, muncul perlawanan dari banyak pihak. Mereka tak cuma angkat senjata, tetapi juga melakukan pemboikotan. Pemboikotan ini berlangsung sejak Juli 2005 yang berada di bawah bendera gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS).

Tujuan BDS secara garis besar adalah untuk menekan Israel di ranah ekonomi-politik supaya pendudukan di Palestina bisa berakhir. Gerakan ini kemudian mendapat atensi luas di seluruh dunia karena dianggap satu-satunya cara mudah untuk melawan Israel. 

Meski begitu, banyak analis menilai gerakan BDS omong kosong belaka. Sebab, dari pertama diluncurkan gerakan tersebut tak membuat penindasan di Palestina berhenti.

Sayangnya, penilaian analis itu bertentangan dengan sikap pemerintah Israel sendiri saat menyikapi gerakan BDS. Faktanya, Israel ternyata cukup ketakutan dan berupaya melawan gerakan BDS dengan propaganda balasan.

Propaganda Dibalas Propaganda

Sejak gerakan BDS diluncurkan, awalnya pemerintah Israel dan Amerika Serikat, sebagai sekutu setia, adem-ayem saja. Mereka tak melihat propaganda itu sebagai ancaman, sehingga tak harus merasa was-was.

Sayangnya, ketika suasana adem terjadi, propaganda BDS bak bola salju yang meluncur ke bawah dari gunung.

Perlahan tapi pasti, menurut Ellen Cannon dalam "The BDS and Anti-BDS Campaigns" (Jewish Political Studies Review, 2019), BDS sukses menjadi alat perlawanan terbaik yang mampu menjelek-jelekkan, mendelegitimasi dan mencela Israel, Zionisme, Yahudi dan Amerika Serikat.

"Gerakan BDS telah berhasil menembus perbincangan politik global dan sukses menggambar Israel dan para pendukungnya sebagai negara yang layak mendapat delegitimasi dan isolasi di panggung dunia. Meskipun itu semua tak mengakibatkan pembentukan Palestina atau perbaikan nyata terhadap warga sipil," tulis  Ellen Cannon.

Di banyak negara, propaganda BDS mendapat perhatian khusus. Sudah banyak gerakan BDS lokal, termasuk di Indonesia, yang terafiliasi dengan BDS pusat. Dalam laman resminya, BDS mengklaim sudah banyak negara, kelompok atau individu ternama yang turun tangan memboikot Israel. 

Di Kuwait, misalkan, pemerintah secara resmi memboikot 50 produk yang berkaitan dengan pendudukan Israel di Palestina. Atau saat pemerintah Chile membekukan kerjasama dagang wujud penindasan di Jalur Gaza. 

Lalu di Australia, mengutip The New Arab, pada 6 Januari 2022, televisi Australia memberi tempat khusus bagi gerakan BDS dan propaganda pro-Palestina dengan menayangkan wawancara eksklusif bersama aktivis Palestina pro-BDS, yakni Jennine Khalik. Tayangan tersebut lantas mendapat atensi besar masyarakat dan sukses memojokkan Israel.

Beranjak dari kasus seperti inilah, menurut analis politik Dov Waxman menyebut Israel mulai merasa bahwa gerakan BDS adalah ancaman yang harus diperhitungkan.

"BDS dilihat sebagai ancaman nyata bagi legitimasi dan pendirian Israel di tingkat global. Jika ini dibiarkan, maka akan menghancurkan Israel," kata Dov, dikutip dari Al Jazeera. 

Alhasil, tak ingin ancaman tersebut menjadi bom waktu yang bisa membuat bangkrut, Negara Yahudi itu bergegas melancarkan proyek anti-BDS sejak 2010, alias 5 tahun setelah peluncuran perdana BDS.

Mengutip Al Jazeera, tujuan utama anti-BDS adalah untuk melakukan delegitimasi BDS yang bakal menyebar propaganda secara masif supaya menggagalkan propaganda BDS. Tentunya ini dilakukan dengan menggelontorkan dana besar sebagaimana melansir dari CNBC Indonesia. ( ktc)

Berita Lainnya

Index