Pria di Blitar Terjaring OTT Jual Beli Kawasan Hutan Negara

Pria di Blitar Terjaring OTT Jual Beli Kawasan Hutan Negara
OTT oleh Kejaksaan Negeri Blitar dan Perhutani Blitar terkait praktik jual beli lahan kawasan hutan

BLITAR – Seorang pria terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) yang digelar Perhutani KPH Blitar bersama Kejaksaan Negeri (Kejari) terkait dugaan jual beli lahan kawasan hutan negara di Desa Maliran, Kecamatan Ponggok.

Terduga pelaku ini merupakan penggarap lahan non prosedural atau ilegal di kawasan hutan negara.

Dari OTT tersebut, petugas mendapati uang transaksi senilai Rp6,4 juta. Diduga uang itu merupakan pemberian dari warga yang hendak membeli lahan kawasan hutan tersebut.

“Yang pertama itu non prosedural, yang kedua jual beli tadi itu kawasan hutan negara, itu kan tidak boleh. Penggarap lahan tidak boleh menjual belikan,” kata Administratur (ADM) Perum Perhutani KPH Blitar, Muklisin, Kamis (24/8/23).

Kini terduga pelaku jual beli lahan kawasan hutan negara tersebut ditahan di Kejari Blitar untuk dilakukan penyelidikan lebih lanjut. Dari keterangan awal, pelaku memiliki lahan sebanyak 7 patok, dengan luas lahan setiap patok 7-10 meter kali 70-100 meter.

Informasi awal yang diterima oleh petugas, nilai kesepakatan jual beli lahan kawasan hutan tersebut mencapai Rp35 juta. Namun, saat dilakukan OTT, petugas hanya mendapati uang Rp6,4 juta, yang diduga sebagai tanda jadi.

“Ini merupakan tindak lanjut dari kerja sama kami dengan Kejari Blitar dalam rangka menyelamatkan hutan. Tidak ada tawar menawar bagi para pelaku jual beli kawasan hutan. Prosesnya masih berjalan, menunggu pemeriksaan lebih lanjut dari Kejaksaan,” ungkapnya

OTT dilakukan atas informasi masyarakat terkait praktik jual beli lahan di kawasan hutan negara. Menurut perhutani praktik seperti ini kemungkinan sudah banyak terjadi wilayah hutan Blitar.

Perhutani Blitar pun menegaskan akan menindak seluruh praktik jual beli lahan kawasan hutan yang dilarang negara. Ini pun sekaligus menjawab tudingan bahwa gerak cepat Perhutani untuk mengembalikan fungsi hutan di Blitar, hanyalah gebrakan belaka.

Perhutani berharap, kejadian ini menjadi efek jera agar ke depannya tak ada lagi praktik jual beli lahan kawasan hutan.

“Kemungkinan sudah banyak terjadi, ini bukan tudingan semata, karena ini ada bukti,” tegas Muklisin.

Para pelaku jual beli lahan kawasan hutan itu pun terancam terjerat Pasal 50 Ayat 2A Undang-Undang (UU) Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan Pasal 385 KUHP soal penyerobotan lahan.

“Dalam artian para pelaku merasa menguasai lahan kawasan hutan, sehingga memperjual belikannya. Pelanggarannya adalah penggarapan hutan tak prosedural. Untuk KUHP-nya bisa dikenakan Pasal 385 tentang penyerobotan lahan,” tutupnya.

Sementara itu, hingga berita ini dibuat pihak Kejaksaan Negeri Blitar belum memberikan statement. Menurut salah satu petugas saat ini Kejaksaan Negeri Blitar masih melakukan pengembangan dan penyelidikan lebih lanjut mengenai kasus tersebut. ( sumber : beritajatim.com)

Berita Lainnya

Index