MATARAM - Temuan terbaru mengenai letusan gunung Rinjani merupakan temuan spektakuler yang dapat mengubah sejarah. Walau masih dalam kajian dari hasil penelitian yang dilakukan oleh para peneliti dari Jepang dan Perancis yang bekerja sama dengan Indonesia tersebut, "Memang sangat spektakuler temuannya," kata Pejabat Fungsional Perekayasa Utama pada Museum Geologi Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral Heryadi Rachmat kepada Tempo, Selasa 1 Oktober 2013 sore.
Ia menjelaskan bahwa penelitian telah dilakukan sejak Heryadi Rachmat masih bekerja di lingkungan Dinas Pertambangan Nusa Tenggara Barat (NTB) sebelumnya Kantor Wilayah Pertambangan NTB sejak 1985-2010. "Penelitian itu dilakukan oleh peneliti dari Jepang, kemudian terakhir dari Perancis," ujar Heryadi.
Sementara ini belum dilakukan ricek oleh pihak Indonesia. Tetapi dianggap betul dulu sampai adanya rilis publik. Ia menyebutkan bahwa biasanya penelitian tersebut dilakukan tidak menggunakan satu dua kali tetapi puluhan bahkan ratusan analisa. "Setelah penelitian ini, memang diperlukan adanya penelitian lebih lanjut," ucap bekas Kepala Dinas Pertambangan NTB 2008-2010 sebelum mutasi ke Museum Geologi.
Menurutnya, mereka sudah mendapatkan info dan foto-foto dari seorang pendamping penelitinya. Heryadi pun menegaskan bahwa hasil penelitian ini sangat menarik karena ciri-ciri letusan Rinjani juga ditemukan di Alaska.
Katanya, mereka telah menemukan adanya artefak yang pernah dipakai manusia pada waktu itu dan tertimbun akibat letusan kaldera gunung Rinjani. Arah dari akibat letusan itu disebutnya dari arah kaldera Rinjani menuju utara, barat daya kemudian sampai ke timur. Kemudian ke arah tenggara. "Itu produknya letusan yang dikenal namanya Samala kaldera. Itu mungkin nama daerah di situ," kata Heryadi yang menjadi kordinator pembentukan Geopark Rinjani. Buku terakhirnya yang dibuat berjudul West Nusa Tenggara Geotourism.
Menurutnya, tahun 2014 mendatang di Yogyakarta akan diselenggarakan pertemuan ahli gunung api se-dunia City On Volcanoes. Kunjungan lapangan dilakukan ke Krakatau, Batur, Toba, Rinjani. Ia menjadi pendamping perjalanan ke Rinjani.
Para ilmuwan telah menemukan letak gunung api yang meletus hebat pada abad ke-13. Saking kuatnya, jejak letusan pada 1257 itu tersimpan pada lapisan es di Kutub Utara dan Antartika. Teks-teks abad pertengahan Eropa merekam pendinginan mendadak iklim dan gagal panen pada tahun itu. Dalam jurnal Proceeding of the National Academy Sciences of The United State of America, para ahli memastikan sumber letusan berasal dari Gunung Berapi Samalas di Pulau Lombok, Indonesia.
Kini, hanya sedikit yang tersisa dari struktur gunung aslinya, yaitu hanya berupa sebuah danau kawah besar, Danau Segara Anak.
Tim ini mengaitkan jejak belerang dan debu di es kutub dengan data yang dikumpulkan di wilayah Lombok itu, termasuk tanggal radiokarbon, jenis dan penyebaran batuan dan abu yang dikeluarkan, lingkaran pohon, bahkan sejarah lokal tentang kejatuhan Kerajaan Lombok sekitar abad ke-13.
"Bukti ini sangat kuat dan menarik," kata Prof Clive Oppenheimer dari Cambridge University, Inggris, seperti dikutip British Broadcast Corporations edisi hari ini, 1 Oktober 2013.
Rekan kerjanya, Prof Franck Lavigne, dari Pantheon-Sorbonne University, Prancis, mengatakan mereka melakukan sesuatu yang mirip dengan investigasi kriminal. "Kami tidak tahu pelakunya pada awalnya, tapi kami punya waktu pembunuhan dan sidik jari dalam bentuk geokimia pada inti es, yang memungkinkan kami untuk melacak gunung berapi yang bertanggung jawab atas letusan besar itu," ujarnya.
Letusan tahun 1257 itu telah banyak dikaitkan dengan gunung berapi di Meksiko, Ekuador, dan Selandia Baru. Tapi dugaan itu selalu direvisi karena perbedaan tanggal dan jejak geokimia. "Hanya Samalas yang bisa memenuhi semua syarat," ujar para peneliti.
Studi tim di Lombok menunjukkan sebanyak 40 kilometer kubik batuan dan abu terlempar dari gunung berapi itu, dan material erupsi kemungkinan naik 40 km atau lebih ke langit. Material itu tersebar ke seluruh dunia dan terlihat pada lapisan es Greenland dan Antartika. Dampak terhadap iklim akan menjadi signifikan.
Teks abad pertengahan menggambarkan cuaca mengerikan menyusul musim panas pada tahun 1258. Cuaca waktu itu dingin dan hujan tak henti-henti menyebabkan banjir.
Para arkeolog baru-baru ini menempatkan tahun 1258 pada kerangka ribuan orang yang dikuburkan di kuburan massal di London. "Kami tidak bisa mengatakan dengan pasti dua peristiwa itu terkait, tetapi populasi pasti telah tertekan," kata Prof Lavigne kepada BBC News.
Dibandingkan dengan ledakan bencana yang relatif baru, para peneliti percaya Samalas setidaknya sebesar Krakatau (1883) dan Tambora (1815).( sumber : tempo.co )