Ormas Islam Tolak Pencopotan Gelar Sultan

Ormas Islam Tolak Pencopotan Gelar Sultan
Gubernur DI. Yogyakarta, Sri Sultan Hamengkubuwono X. ( tempo.co/ktc )

YOGYAKARTA - Berbagai organisasi kemasyarakatan Islam, budayawan, juga para Dukuh mendesak agar gelar Raja Kasultanan Yogyakarta dicantumkan dalam Peraturan Daerah Keistimewaan DIY. Gelar yang dimaksud adalah: Sri Sultan Hamengku Buwono Senapati ing Ngalaga Abdurrakhman Sayidin Panatagama Khalifatullah. “Selama ini Sultan menyandang gelar itu, tak ada masalah. Islam itu rahmatan lil alamiin,” kata Ketua PPP DIY Syukri Fadholi di Pracimosono komplek Kepatihan Yogyakarta, Selasa 7 Mei 2013.

Desakan itu sekaligus penolakan terhadap evaluasi Kementerian Dalam Negeri atas Perda DIY Nomor 1 Tahun 2012 tentang Tata Cara Penyusunan Perda Keistimewaan DIY. Evaluasi yang menyebutkan gelar itu tak perlu dicantumkan karena mendiskriminasi pemeluk agama lain, dinilai ormas Islam sebagai upaya mereduksi nilai keistimewaan.
 
Pengasuh Pondok Pesantren di Mlangi Kyai Hasan Abdullah berharap, evaluasi dari Kemendagri itu tidak menjadi bola api yang membuat DIY menjadi rusuh. “Karena kalau gelar itu enggak ada, maka keraton Yogyakarta juga enggak ada,” kata Hassan.
 
Ketua Paguyuban Dukuh se-DIY Sukiman menegaskan, evaluasi Kemendagri itu harus ditolak. “Alasan gelar itu menimbulkan masalah hanya diada-adain. Justru kalau gelar itu diothak-athik malah bikin masalah,” kata Sukiman.

 

Ormas Islam yang hadir pada acara itu Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan Front Jihad Islam (FJI). Mereka menyatakan, pencantuman gelar itu tidak diskriminatif dan tak bertentangan dengan Bhinneka Tunggal Ika. “Kami akan menyampaikannya kepada Gubernur,” kata Sekretaris Daerah DIY Ichsannuri yang menerima rombongan. Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono X tengah berada di Kalimantan Timur.

 

Sementara itu, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DIY akan menemui Menteri Dalam Negeri untuk membahas gelar Sultan pada 22 Mei mendatang. “Ada banyak keanehan. Gelar itu selama ini tidak dipertanyakan dalam Undang-Undang Keistimewaan. Namun, di Peraturan Daerah Istimewa dipersoalkan,” kata dia ketika beraudiensi dengan Forum Bersama Peduli Keistimewaan dan Perdais di DPRD DIY, kemarin.

 

Anggota dewan yang menemui forum berasal dari Partai Amanat Nasional (PAN), Gerindra, PKS dan PPP. Sedang anggota dewan dari PDI-Perjuangan tak hadir.( tempo.co/ktc )

Berita Lainnya

Index