Lebih 30 Ribu Hektar Hutan di Kuansing Sudah Terjarah

Lebih 30 Ribu Hektar Hutan di Kuansing Sudah Terjarah
hutan sumpu. ( ktc )

TELUK KUANTAN- Sejumlah kawasan hutan di kabupaten Kuasing kini telah dirambah oleh berbagai oknum. Baik oknum masyarakat maupun okum perusahaan. Hingga kini sedikitnya tercatat lebih 30 ribu hektar kawasan hutan telah dirambah.

Seperti halnya yang dilakukan oleh PT Merauke yang telah melakukan perambahan hutan di Hulu Kuantan seluas 17.000 hektar di kawasan hutan HPT Lipai Siabu, dan 15.000 hektar yang dirambah PT. Melona dan PT. Tiga Rungu seluas 1.200 hektar di Pucuk rantau.

"Sebenarnya aksi perambahan kawasan hutan HPT maupun hutan lindung lebih dari 33 ribu hektar," ungkap salah seorang masyarakat adat Hulu Kuantan. Kasasi.

Kata Kasasi, ekspansi areal perkebunan PT Merauke, saat ini sudah memasuki seluruh kawasan Hutan Lindung Lipai Siabu. Di beberapa kawasan, perusahaan ini telah mendirikan komplek perkantoran dan perumahan karyawan, ini sangat perlu disiasati oleh aparat penegak hukum dan jangan melakukan pembiaran, ujarnya.

Perambahan itu tidak hanya terjadi di Kecmatan Hulu Kuantan. Belum lama ini Camat Pucuk Rantau, Budi Asrianto, dikediamannya kepada riauterkinicom menyebutkan, beberapa kawasan hutan di Kecamatan Pucuk Rantau kerap terjadi perambahan hutan, dari data sementara sekitar 100 hektar berada di lahan perkebunan sawit Pemda Kuansing Desa Perhentian sungkai, 1.200 hektar dilakukan oleh PT. Tiga Runggu di Desa Sungai Besar.

Bahkan yang lebih tragis lagi, juga ada oknum kepala daerah di Sumtara Utara membeli lahan hasil rambahan seluas 20 hektar, oknum Polres Damasraya seluas 60 hektar, Autor brown seluas 300 hektar, WM seluas 500 hektar, Al seluas 120 hektar. Jadi total per individu kurang lebih seluas 1.000 hektar, tambahnya.

"Namun setelah dilakukan cross chek dan pengukuran lahan ke lapangan, milik PT. Tiga Runggu hanya dijumpai 600 hektar, dan jika dikalkulasikan hutan kawasan yang telah habis dijarah atau diperjualbelikan oleh oknum tak bertanggung jawab sekitar 2.200 hektar," ujarnya dengan nada heran.

"Kita sangat kasihan, warga tempatan sudah kesulitan mencari lahan untuk berkebun, bukan kah lebih baik dilakukan normalisasi lahan kembali oleh instansi terkait, agar warga tempatan dapat memperoleh lahan untuk berkebun," tanya Budi.

Kata Budi, jika dibiarkan terus menerus dan tanpa ada perhatian seakan tidak ada lagi aturan yang mengatur tentang hutan kawasan tersebut, makanya instansi terkait hendaknya dapat melakukan langkah-langkah atas perambahan hutan kawasan itu.

‘’Setidaknya ada sosialisasi dari instasi terkait atau ada tapal batas pada lokasi hutan kawasan, sehingga masyarakat dengan mudah mengetahui areal hutan kawasan di daerah tersebut,’’ harapnya.

Hal senada juga disampaikan kades Sungai Besar, Justiman melalui handphone selulernya, bahwa aksi jual beli lahan di hutan kawasan masih berlangsung, dan bahkan dalam aksi jual beli lahan tidak memiliki SKGR dan hanya surat jual beli berbentuk kwitansi, sehingga tidak memiliki kekuatan hukum.

Namun sayangnya Manager PT Tiga Runggu, Dedi Haloho tidak berhasil dihubungi.( sumber : riauterkini.com )

Berita Lainnya

Index