Masyarakat Melawan Perusahaan

Masyarakat Melawan Perusahaan
Ir Mardianto Manan, MT
Banyaknya terjadi tuntuntutan masyarakat terhadap kepemilikan lahan di Provinsi Riau sedari lima tahun terkahir ini, bahkan sekarang sudah sampai pada posisi kondisi yang sangat memprihatinkan kita semua, dimana sudah mulai terjadi bentrokan fisik disana sini, bahkan sudah ada korban jiwa dari kedua belah pihak perusahaan dan masyarakat, tentunya suatu hal yang pasti adalah masyarakat selalu terkalahkan dan berada dalam posisi yang tidak diuntungkan. Lantas kira –kira apa faktor penyebab sehingga masyarakat selalu terkorbankan dalam deru pembangunan penata laksanaan perkebunan di Provinsi Riau ini? Saya memandang ada beberapa faktor penyebab sebagai biang keladi menjamurnya tuntutan masayarakat, terhadap kedigdayaan para perusahaan, pertama; sejarah kepemilikan lahan diperoleh dengan intervensi pusat tanpa melibatkan masyarakat adat, yang memandang bahwa hutan yang ada adalah milik masyarakat adat tempatan, masyarakat kehilangan hak otonominya, apalagi dengan alasan hutan, tanah dan air, adalah milik negara sehingga semua itu dapat dikapling negara, untuk dibabat oleh para begundal yang haus akan nafsu kepemilikan hutan yang jelas dan pasti banyak menghasilkan dollar dollar yang bejibun, dengan membabat hutannya untuk dijual kayu alamnya, lantas dihijaukan dengan alasan penghijauan yang berfungsi untuk ditebang lagi satu atau lima tahun kedepan, bahkan banyak lahan yang ditelantarkan setelah dikuras habis plasma nutfah yang ada dalam hutan tersebut. Kedua, maka dengan kejadian kepemilikan tersebut, maka masyarakat mulai kehilangan kendali kekuasaan akan alamnya sendiri, bahkan banyak yang selama ini bekerja dan bahkan belanja melalui siklus jejaring hutan, sekarang mulai kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian, di sisi lain pekerjaan yang ada diperusahaan tersebut, hanyalah untuk menistakan kejayaan kampung masa lalu, mereka hanyalah bekerja sebagai buruh kayu, buruh sawit bahkan buruh angkut, kalaupun ada pekerjaan yang bergengsi sebagai mandor, itupun terisolasi oleh sebuah tes keahlian, dengan alasan klise, harus tammat sekolah ini dan itu. Alhasil warga hanyalah menjadi penonton setia dan diabadikan dalam seputaran pinggiran perusahaan, sementara disisi lain kebutuhan hidup semakin mengeruyak untuk bertahan hidup, harga bahan pokok memlambung tinggi, persoalan hidup semakin melilit pinggang. Namun diseberang perusahan sana para pemilik modal menjadi pengusaha terkaya dunia, para pemilik lahan di bumi Riau ini selalu mendapat sepuluh besar terkaya di Asia Tenggara bahkan dunia. Kondisi keberadaan masyarakat yang sulit ini, dihiasi oleh pengelontoran tandan buah sawit yang bertonase tinggi perjamnya, jalan jalan masyarakat selalu dilalui tannpa memberi berkah terhadap keberadaan sosial ekonominya, maka disinilah awal konflik tersebut bergumul mengelindingkan sebuah aroma kemarahan, yang berujung kerinduan akan kepemilikan hutan masa lalu yang mereka agung agungkan dengan istilah hutan ulayat atau rimbo larangan, maka dalam kerinduan itu maka masayarakat melawan perusahaan, siapa yang dikurung tentulah masyarakat, kenapa ? karena perusahaan mempunyai duit dengan status orang terkaya sedunia, sehingga gampangla mengatur siapa mengurung siapa, alias masukan bepak bin panjaro alias hotel prodea gartis tetapi tragis, hahaha maaf... Maka disinilah awal mula bentrokan itu terjadi, bagaikan padang ilalang yang tandus yang sudah berlama lama tidak mencium aroma siraman air maka hanya sedikit saja dipantikkan mesiu, maka terjadilah kebakaran hebat yang berujung pada peperangan melawan perusahaan. Semua itu juga diperparah oleh buncalan arogansi pengusaha dalam mengelolah perputaran roda perusahaan, yang menelorkan bertambah tingginya kadar kemuakan masyarakat terhadap perusahaan, inilah dua alasan pemula kenapa masyarakat melawan perusahaan, serta memerangi perusahaan yang berujung masyarakat sellau menjadi korban, karena kemiskinannya, lantas perushaan cendrung untuk dimenangkan karena mereka bisa membeli kemenangan itu via jalur jalur yang telah ia kuasi sedari awal pengeluaran perizinan masa lalu, termasuklah didalam itu para aparat kita di daerah yang kadangkala masih ada yang berpihak pada yang bayar. ( Ir Mardianto Manan )

Berita Lainnya

Index