Mutasi Demi Kepentingan Politik dan Pemerintahan

Mutasi Demi Kepentingan Politik dan Pemerintahan
Hendrianto

 

Bicara sistem politik tidak terlepas dari sistem pemerintahan yang ujung ujung nya berpengaruh pada kepentingan. Dalam hal ini kepentingan bupati. Bupati baru dituntut ektra hati hati dalam100 hari kepemimpinannya. Sebab, 100 hari kepemimpinan itu dinilai rentan akan isue atau opini masyarakat.

Terkadang masyarakat tidak melihat baik buruknya sang bupati, tapi etika atau moralitas sang bupati yang dilihat. Apalagi suara bupati yang baru hampir  sama yang dengan suara yang diusung oleh bupati yang lama . Hanya beda tipis dari persentase suara Pilkada.
Menurut saya,  isue senter yang mencuat kedepan adalah mutasi yang konon disebut-sebut banyak orang mutasi pembasmian rezim lama. Nah isue itu yang harus di tepis. Bagi pemimpin Kuansing yang baru jangan sampai tergoda dengan paradigma bahwa orang bupati lama harus dilibas.
Kalau bupati yang baru jeli, orang-orang bupati lama tetap dirangkul, selagi dia mau atau komitmen bekerja untuk masyarakat yang ujung nya tetap pada kepentingan bupati. Kalau itu itu bisa dilakukan bupati baru otomatis paradigma buruk itu bisa berubah. Maka opini itu tidak akan terjadi.
Selama saya mengamati sisitim pemerintahan dan sosial kemasyarakat, paradigma itu bukan kemauan masyarakat, tapi opini dari kaum elit. Kalau masyarakat biasa itu tidak memikirkan masalah mutasi tapi bagaimana dampak pembangunan dan pemberdayaan masyarakat bisa berkembang dan maju.
Kendatipun demikian, tapi selama ini secara tidak langsung masyarakat sudah terkontaminasi dengan isue tersebut. Ini yang seharus kita bantah. Disinilah pemimpin yang baru bisa memainkan peran bahwa bupati sekarang bukan bupati yang mementingkan kelompok tertentu tapi murni untuk masyarakat. Artinya, bupati sekarang merupakan bupati untuk semua golongan, baik bagi pemilih nomor 1,2 atau nomor 3.
Jika ini bisa dilakukan, bukan tidak mungkin berbalik arah bahwa pemilih non bupati baru juga berpikir bahwa bupati baru ini bupati kita semua. Bukan bupati partai pendukung atau bupati Timses.
Patut juga disadari, meskipun demikian, tapi ada beberapa kendala yang pasti terjadi. Pertama, kepentingan partai atau Timses. Masing-masing nahkoda pasti membawa "penumpang" untuk dijadikan orang tertentu disistem pemerintahan.
Nah, disitu peran bupati lagi untuk menimbang rasa. Ibarat kata pepatah,  bagaimana menarik rambut dalam tepung. Hal ini tetap dijadikan landasan.
Kalau menurut saya, jikapun ada yang mau digeser, sebaiknya menggeser orang-orang lama dengan cara tidak mencolok. Geser mereka yang tidak punya peran. Hal ini demi kepentingan politik dan pemerintahan 5 tahun kedepan, supaya pemerintahan tetap berjalan dengan langgeng.
Rangkul Yang Berhubungan dengan Masyarakat .
Lurah dan Camat merupakan ujung tombak untuk mencapai kesuksesan Karir politik sang pimpinan. Sebab, lurah dan camat ini merupakan orang yang bersentuhan langsung dengan masyarakat. Dalam mencari lurah atau camat, sejatinya bupati memakai yang produktif. Produktif maksudnya yang punya pemikiran lues. Minimal kalau tak bisa memberikan ide tapi bisa mengimplementasikan kebijakan dari atas kebawah. Kuncinya bagaimana mereka bisa berperan dalam peningkatan sistem pemberdayaan masyarakat sesuai 8 indikator, yaitu pendidikan, ekonomi, keamanan ketentraman, lembaga kemsyarakatan, PKK, kepemerintahan, kesehatan. Itu pertama
Sementara yang kedua mampu berinovasi dan kreatif. Dan yang paling penting masing-masing calon lurah  camat yang mau diangkat mengutarakan apa konsep pemberdayaan sesuai geografis dari  suatu wilayah yang mau dipimpinya kelak. Mohon maaf tulisan ini bukan bermaksud mengajari tapi memberikan pandang. Selamat berpuasa. Wassalam.
Penulis   : Hendrianto
Profesi   :Wartawan Riau Terkini
Lahir      : 10/8/1978

Berita Lainnya

Index