Bisakah Berobat Lewat Media Sosial?

Bisakah Berobat Lewat Media Sosial?

JAKARTA- Dengan internet, semua orang menjadi saling terhubung kapan pun dan di mana pun, termasuk dokter dan pasien. Tren baru berupa konsultasi kesehatan lewat medium online yang praktis pun muncul dan berkembang.

Namun, praktis tidak selamanya baik, terutama bila menyangkut diskusi soal hal penting seperti konsultasi medis sementara para pesertanya tak saling bertemu muka.

Hal tersebut, menurut pakar hukum kesehatan, Husen Kerbala, adalah karena penyebab tiap masalah kesehatan bisa sangat bervariasi dan tak bisa disamaratakan.

"Soal panas demam, misalnya, sumbernya macam-macam dan belum tentu sama antara satu orang dengan yang lain," ujar Husen dalam talkshow Konsultasi Kesehatan via Media Sosial, di Social Media Fest 2012, Jakarta.

Tidak adanya temu muka antara dokter dan pasien dalam konsultasi online, menurut Husen, bisa menimbulkan masalah gawat berupa salah paham.

"Ilmu kedokteran bukanlah sesuatu yang gampang dimengerti masyarakat awam. Yang bertemu langsung saja masih bisa salah paham atau misdiagnosis, ada informasi yang tidak tersampaikan, apalagi lewat media sosial atau online," ujar Husen.

Kesalahpahaman itu pun bisa berlanjut menjadi konflik antara kedua belah pihak. Sebanyak 75 persen kasus sengketa dokter-pasien, menurut Husen, disebabkan oleh permasalahan misinformasi.

Hanya untuk informasi umum


Kendati demikian, konsultasi online atau perolehan informasi medis lewat media sosial bukannya pantang dilakukan sama sekali. Sebaliknya, medium online berpotensi membawa manfaat yang baik jika penyampaian informasinya dilakukan dalam batas-batas tertentu.

Husen berpendapat bahwa informasi medis yang bisa diperoleh dengan konsultasi via medium online sebaiknya berkisar seputar keterangan umum mengenai suatu isu. Dia menganjurkan agar pengguna tidak menanyakan hal-hal spesifik yang langsung mengarah pada diagnosis. "Misalnya bertanya, 'Dok, saya batuk, obat yang cocok apa ya'?"

Husen juga menyarankan agar media sosial yang memiliki jangkauan luas seperti Twitter dimanfaatkan dengan hati-hati, baik oleh masyarakat awam maupun dokter, agar jangan sampai menyebarkan informasi confidential seperti penyakit yang diderita seseorang.

"Idealnya, ada pakar hukum medis yang menjembatani antara masyarakat dan dokter di medium online," ujarnya.

Media sosial, menurut Husen, bisa berperan positif dengan menjadi sarana pembelajaran soal kesehatan untuk masyarakat. Caranya adalah dengan menyiarkan informasi-informasi medis yang bisa menambah pengetahuan orang yang membacanya.

Husen mengatakan, setiap informasi yang disampaikan lewat media online hendaknya diakhiri dengan anjuran untuk mengunjungi dokter secara langsung. "Seperti dalam keterangan obat, 'Jika sakit berlanjut, hubungi dokter'," ungkapnya.

Sumber : Kompas Tekno

Berita Lainnya

Index