Pendiri PKB Anggap Khofifah Setara Jokowi

Pendiri PKB Anggap Khofifah Setara Jokowi
Calon Gubernur Jatim, Khofifah Indar Parawansa. TEMPO/Dasril Roszandi

Surabaya - Salah seorang pendiri Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Alwi Shihab menilai, calon Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa adalah sosok pekerja keras yang tak kenal putus asa. Karena dianggap sebagai kader Nahdlatul Ulama yang potensial, mendiang Presiden Abdurrahman Wahid mengangkatnya menjadi Menteri Pemberdayaan Perempuan. "Gus Dur juga yang mendorong agar Khofifah menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat," kata Alwi yang juga pernah menjabat Ketua Umum PKB, Senin, 12 Agustus 2013.
Pernyataan Alwi tersebut disampaikan saat menjadi pembicara Diskusi Bulanan Aktivis NU bertema 'Menyongsong NU Satu Abad (Perspektif Kepemimpinan)' di aula kantor Pengurus Wilayah Nahdlatul Ulama Jawa Timur. Selain Alwi, diskusi juga dihadiri oleh pengurus PBNU Ahmad Bagja, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD, anggota DPR Ali Maschan Moesa dan dipandu moderator Masduki Baedlowi.

Menurut Alwi, dari keempat pasangan calon gubernur hanya Khofifah yang merepresentasikan kepentingan NU. Karena itu Alwi mengajak kaum nahdliyin yang menginginkan dipimpin orang NU agar berkumpul dalam satu barisan. "Khofifah yang paling mengerti visi NU. Ia juga punya integritas. Bila jadi gubernur, dia tak kalah dengan Jokowi (Joko Widodo, Gubernur DKI Jakarta)," ujar mantan Menteri Luar Negeri di era Presiden Gus Dur itu.

Ali Maschan menambahkan, ibarat kendaraan, NU bukan mobil sewaan, melainkan kereta api yang jalur dan stasiunnya sudah jelas. Sehingga, ujar Ali, bila ada yang mengaku warga nahdliyin namun masih bisa disewa, berarti bukan NU yang Nahdaltul Ulama, melainkan NU singkatan dari nunut urip (menumpang hidup). "Sekarang ada kesempatan orang NU memimpin, mengapa harus diberikan ke orang lain," kata Ali yang pernah menjabat Ketua NU Jawa Timur.

Adapun Mahfud MD berharap warga NU Jawa Timur tidak salah pilih pada hari pencoblosan 29 Agustus 2013 mendatang. Mahfud mengaku risau setiap kali ada pemilihan kepala daerah selalu diwarnai isu jual beli suara. Bila problem ini dibiarkan, menurut Mahfud, demokrasi di Indonesia akan gagal. "Kalau ada yang menawari uang terima saja, tapi jangan pilih orangnya. Saya kira itu cara untuk menghukum si pemberi uang," ujar dia.

Mahfud menyatakan tidak akan menjadi juru kampanye bagi calon tertentu, namun berminat hadir di beberapa kegiatan kampanye. Tujuannya ingin melihat proses demokrasi di Jawa Timur berlangsung fair. "Sebagai hakim konstitusi yang pernah menangani 398 sengketa pilkada, terus terang saya resah. Demokrasi di Indonesia ini telah rusak oleh politik uang dan kecurangan-kecurangan," kata dia.( tempo.co )

Berita Lainnya

Index