PANGKALAN KERINCI - Lahan PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) di Kabupaten Pelalawan dikabarkan juga merambah sejumlah kawasan Hutan Tanam Rakyat (HTR) dengan luasan area mencapai ribuan hektare. Kondisi ini menambah daftar catatan kasus hukum yang tengah dihadapi perusahaan asing itu, setelah sebelumnya sejumlah saksi kasus korupsi kehutanan juga menyatakan 33.000 lahan hutan yang digarap perusahaan penerima izin ilegal dari Gubernur Riau Rusli Zainal sampai saat ini masih beroperasi sebagai lahan tanaman industri.


"Padahal sisa lahan yang belum disetujui pihak Kemenhut untuk pembangunan kawasan teknopolitan itu merupakan lokasi lahan Hutan Tanaman Rakyat (HTR) masyarakat yang dibangunkan pihak anak perusahaan PT RAPP sudah tidak ada masalah lagi untuk pembebasannya. Soalnya, pembangunan lahan HTR masyarakat itu dilakukan pihak perusahaan masih berada di dalam kawasan Hutan Produksi terbatas yang diminta Pemkab dibebaskan lahannya pada pemerintah psuat tersebut," kata Bupati Pelalawan HM Harris pada sejumlah media, belum lama ini.


Informasi dari Bupati Pelalawan ini dibenarkan Kadishutbun Pelalawan Ir Hambali. Menurutnya, jika semua lahan teknopolitan yang prinsipnya telah disetujui pihak Dirjend Planologi Kemenhut Pusat itu seluas 1.650 hektar dari 3.900 hektar yang diajukan Pemkab Pelalawan sebelum ini untuk dilakukan pembebasannya.


"Kalau hanya seluas 1650 hektar dari luas 3.900 hektar yang sudah disetujii dibebaskan pihak Kemenhut Pusat, maka ini belum tentu mencukupi untuk lokasi lahan pembangunan kawasan teknopolitan. Untuk itu, sisanya yang belum disetujui pembebasannya akan kita ajukan kembali untuk dibebaskan. Karena memang sisa lahan tersebut disetujui kemenhut karena secara teknis dinilai oleh mereka harus ada yang perlu dilengkapi persyaratanya. Sekarang semua kekurangan persyaratan itu sudah kita lengkapi sesuai prosedur teknis yang ditentukan," katanya.


Terkait status sisa lahan yang belum disetujui Kemenhut itu, mereka menilai bahwa lahan itu masih tumpang tindih sebenarnya dibangun lahan HTR untuk masyarakat setempat oleh PT Nusantara Perkasa Lestari (PT NPL). Dan saat ini, status lokasi lahannya berada dalam kawasan hutan HPK, padahal sebenarnya masyarakat setempat sudah setuju lokasi lahan HTR itu dibebaskan untuk lokasi pembangunan teknopolitan.


"Sebenarnya untuk membebaskan status hutan HTR itu kuncinya sama Bupati. Kalau Pak Bupati ingin melakukannya bisa saja tapi karena Pak Bupati tidak mau dengan cara demikian sehingga beliau tetap untuk membebaskannya melalui proses pengajuan sesuai prosesdur. Karena itu, kita mengajukan pembebasan sisa lahan yang belum disetujui kemenhut itu sesuai prosedur yang ada pada pihak Kemenhut. Terkait semua persyaratan untuk pembebasannya sudah kita lengkapi dan diberikan pada pihak kemenhut pusat, baru-baru ini. Dan rekom dari Gubri juga sudah kita kantongi untuk pembebasan lahan tersebut," ujarnya.( grc/ktc )