Pejabat Buka Ribuan Hektar Kebun di Hutan Lindung Bukit Suligi

Pejabat Buka Ribuan Hektar Kebun di Hutan Lindung Bukit Suligi
fhoto riauterkini.com ( ktc )

PASIRPANGARAIAN- Wakil DPRD Rokan Hulu, Erizal, mengatakan penguasaan hutan lindung (HL) Bukit Suligi dilakukan sejumlah oknum pejabat di Provinsi Riau masih menjadi kendala pengesahan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Rohul.

Selain itu, masalah masih adanya beberapa desa di kawasan hutan, sempat terjadi tarik ulur antara Pemkab Rohul dengan Provinsi Riau. Desa di kawasan hutan ini sudah ada pemukiman masyarakat, termasuk keberadaan lima desa di HL Mahato Kecamatan Tambusai Utara.

Bukan itu saja, sejumlah kawasan hutan yang berubah fungsi juga menjadi kendala pengesahan RTRW Kabupaten Rohul. "Hasil pertemuan dengan Departemen Kehutanan, mereka saja tak berani keluarkan rekomendasi. Mereka malah serahkan kewenangan kepada daerah, sementara Pemkab Rokan Hulu tak berani keluarkan keputusan," kata Erizal di sela-sela kegiatannya di Pasirpangaraian, kemarin.

"Kita harus benar-benar mempelajari hal itu. Kita masih mencari celah hukum. Intinya adalah keamanan sehingga tidak ada yang terlibat hukum nanti," tambahnya.

Erizal mengungkapkan, masalah penguasaan HL Bukit Suligi yang dilakukan sejumlah oknum pejabat di Provinsi Riau turut sumbang masalah. Jika hal ini dipaksakan, tentu bakal menjadi multyplayer effect alias banyak masalah.

"Desa di sekitar Bukit Suligi juga berada kawasan hutan, termasuk seluruh desa di Bonaidarussalam juga masuk dalam hutan produksi (HP)," ujarnya.

RTRW Kabupaten Rohul sempat tarik ulur antara pemerintah dengan dengan Pemprov Riau sebab puluhan desa masuk dalam kawasan hutan. Soal tata ruang ini sempat memanas empat tahun lalu, tepatnya saat rapat kerja (Raker) bupati dan walikota di Gedung Daerah Provinsi Riau di Pekanbaru, Kamis (7/1/2010).

Saat Raker tersebut, Bupati Rohul Achmad, sempat terlibat debat sengit dengan Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Riau, Emrizal Pakis, yang saat ini menjabat Asisten II Setdaprov Riau.

Bupati Achmad sempat "gebrak" meja untuk memprotes draft peta RTRW Provinsi Riau tahun 2010-2026 yang semestinya harus ditanda-tanganinya, sebagai syarat pengesahan.

Dikonfirmasi riauterkinicom kala itu, Bupati Rohul mengakui sudah berulang kali mengusulkan agar RTRW Provinsi dirubah berdasarkan usulan daerah, sebab yang paling tahu kondisi lapangan merupakan daerah. Achmad menolak teken draft RTRW karena banyak desa yang bakal digusur pada tahun 2010 lalu.

  Jika RTRW provinsi tetap disahkan, menurutnya, dapat dipastikan puluhan desa yang telah menjadi pemukiman masyarakat di lima kecamatan seperti di Kecamatan Tambusai Utara, Bonaidarussalam, Rokan IV Koto, Kabun, dan Pendalian IV Kota akan dinyatakan ilegal karena berada dalam kawasan hutan lindung.

Desa sekitar Kawasan Hutan Sudah Diakomodir Provinsi

Di tempat terpisah, Kabid Bina Usaha Pengelolaan dan Pemanfaatan Hutan Dishubtun Rohul, Anuar Sadat, mengakui jika desa-desa di sekitar kawasan hutan sudah tidak ada masalah, sebab sudah diakomodir Provinsi Riau.

"Untuk desa-desa yang masuk kawasan hutan sudah diminta Pak Bupati ke Kementrian Kehutanan melalui surat resmi. Bupati berkomitmen untuk mengeluarkan desa ini dari kawasan. Persyaratan-persyaratannya juga sudah dipenuhi," ungkap Anuar.

Menurut Anuar, masalah RTRW Kabupaten Rohul karena belum disahkannya oleh pihak Kemenhut, sebab ada beberapa aspek yang masih dibutuhkan. "Kita hanya menunggu akomodir dari Kemenhut saja," katanya.

Anuar mengakui kawasan HL Bukit Suligi masih masuk wilayah ilegal, termasuk desa di Kecamatan Bonaidarussalam yang masih masuk dalam kawasan HP, seperti Desa Bonai, Kasang Mungkal, Kasang Padang, Rawa Makmur, Pauh, Sontang, dan Desa Teluksono.

Untuk lima desa yang berada di kawasan HL Mahato, menurut Anuar juga tidak masalah, tapi ada 18 dusun yang masih tahap pembicaraan.( rtc/ktc )

Berita Lainnya

Index