Pengaruh Orang Kuansing di Riau Kian Melemah

Pengaruh Orang Kuansing di Riau Kian  Melemah
Peta dan Lambang Kabupaten Kuansing. ( isa )

TELUK KUANTAN - Pengaruh orang-orang Kuansing di level provinsi semakin melemah, tidak hanya di eksekutif dan legislatif namun juga dibidang pendidikan tinggi apalagi dunia usaha. Tak banyak lagi bahkan boleh dikata saat ini sangat minim orang-orang Kuansing yang memegang jabatan penting di Pemprov, DPRD dan perguruan tinggi.

Hal ini diamini Dosen FISIP UNRI, Pazli Mahyudin, S.Ip, M.Si, Rabu ( 1/5 ) sore. " Memang setelah era Pak Rustam S Abrus boleh dikata tak ada lagi orang-orang Kuansing memegang jabatan tinggi di Pemprov, begitu juga di perguruan tinggi seperti Universitas Riau , pasca era Pak Muhammad Diah tak ada lagi yang mampu meraih posisi Rektor, padahal dulu orang-orang Kuansing cukup berpengaruh di ranah ini,"ujarnya.

Saat ini ujarnya boleh dikata dalam titik nadir, jangankan Gubernur, Wakil Gubernur, Sekda, untuk Asisten Setdaprov saja tidak ada, begitu juga di DPRD Riau dan UNRI. Menurut hasil amatannya, memudarnya pengaruh orang-orang Kuansing di level provinsi tersebut terjadi setelah kabupaten Kuansing terbentuk. Saat itu sebagian sumber daya manusia ( SDM ) Kuansing banyak kembali ke daerah untuk mengisi jabatan-jabatan yang tersedia.

Masalah muncul ketika dilakukan pemilihan kepala daerah dan wakil kepala daerah baik pra dan pasca, mulai dari tahun 2001 sampai sekarang. SDM Kuansing yang sebelumnya bekerja diluar daerah dikenal memiliki persatuan dan kesatuan, tanpa sadar atau sadar terkotak-kotak dalam berbagai kepentingan, dan kondisi terpecah ini terus hingga ke level masyarakat bawah tentu saja sesuai dengan polarisasi kekuatan selama suksesi. Bahkan polarisasi ini melebar hingga kemasyarakat Kuansing yang ada di rantau.

Kondisi ini ujarnya juga mengakibatkan upaya merebut pengaruh di Riau juga melemah, kekuatan yang terpolarisasi dalam berbagai kelompok ini tak lagi kompak, bahkan boleh dikata saling menjegal jika masing-masing kelompok ingin merebut pengaruh di level provinsi.

Sejumlah solusi yang dapat diambil agar masalah ini tidak berlarut-larut ujarnya, semua kekuatan yang ada baik di kampung dan dirantau duduk semeja membahas dan menyepakati, hal-hal dimana elemen yang ada mau tidak mau berbeda seperti Pilbu dan dimana harus bersatu seperti merebut pengaruh di Riau. Juga menyepakati kapan harus berhenti bergerak ketika sebuah kompetisi usai dilaksanakan seperti Pilkada.

Hal ini penting, karena dari waktu ke waktu SDM Kuansing akan semakin bertambah dan mereka membutuhkan tempat untuk mengaktualisasikan diri, bekerja dan mengabdi. " Kalau Kita tidak berpengaruh, SDM ini bisa tidak tertampung dan menjadi masalah sendiri dimasa datang,"ujarnya.

Menurutnya era kejayaan masyarakat Kuansing seperti zaman era Rustam S Abrus kebelakang terjadi karena memang saat itu, Kuansing kompak dan senasib sepenanggungan. Tidak hanya itu, masyarakat Kuansing saat itu tergabung dalam Indragiri Hulu dan sebelumnya Indragiri. Sebagaimana diketahui, saat itu SDM Kuansing memang menonjol di Indragiri dan menjadi tumpuan orang Indragiri. Karena itu sokongan orang Indragiri kepada orang-orang Kuansing saat itu tinggi untuk merebut pengaruh di Riau.

" Setelah pemekaran orang-orang Kita tanpa disadari bermain di Kuansing sendiri sebagian besaran banyak terjebak dalam polarisasi kepentingan, sebenarnya ini dirasakan juga oleh orang Rohul, Siak, Kampar dan yang lainnya pasca pemekaran, dan sampai saat ini belum bisa memulihkan diri untuk menemukan jati diri dan rasa kebersamaan, Kita harusnya lebih cepat mengkonsolidasikan diri dengan catatan semua elemen faham soal pentingnya kebersamaan ini, tidak hanya kekuasaan namun yang juga di luar kekuasaan, semua harus faham kapan berkompetisi, kapan bersatu, "ujarnya. ( isa )

Berita Lainnya

Index