Ahli Pemohon: Pilkada Kuantan Singingi Cacat Yuridis

Ahli Pemohon: Pilkada Kuantan Singingi Cacat Yuridis
Foto : ( Humas/Ganie/MahkamahKonsitusi )

 

TELUK KUANTAN - Pakar Hukum Tata Negara Universitas Andalas Saldi Isra menuturkan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kuantan Singingi (Kuansing) cacat yuridis. Sebab, terjadi pencalonan dua kepala daerah berbeda oleh satu partai yang sama.

Hal tersebut disampaikan Saldi sebagai ahli yang dihadirkan Pemohon Indra Putra dan Komperensi selaku Calon Bupati dan Wakil Bupati Kuansing. Saldi menjelaskan, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang salah satu kepengurusannya versi Djan Faridz telah mengajukan pasangan Pemohon untuk didaftarkan KPU Kuansing, namun ditolak karena tidak sesuai dengan pengajuan yang sama dari kepengurusan PPP versi Romahurmuziy. “Tanpa adanya pencabutan dukungan terhadap Pemohon, kepengurusan PPP Djan Faridz juga mengajukan Pihak Terkait sebagai pasangan calon yang didukung oleh kepengurusan versi Djan Faridz,” paparnya di hadapan Majelis Hakim Panel 2 yang dipimpin Wakil Ketua MK Anwar Usman, Senin (1/2/2016).

Adanya pengajuan pasangan calon berbeda dengan partai yang sama, sambung Saldi, bertentangan dengan ketentuan melarang satu partai mengajukan dua pasang calon di dalam proses pencalonan sesuai Pasal 36 Peraturan KPU. Selain itu, Saldi menekankan dukungan satu kepengurusan partai politik yang memiliki dua kepengurusan pada dua pasangan calon berbeda juga seharusnya juga ditolak oleh KPU daerah, sebab syarat sahnya pengajuan calon oleh dua kepengurusan berbeda adalah mengajukan satu pasangan calon yang sama.

“Bila pada faktanya salah satu kepengurusan mengajukan dua pasangan calon yang berbeda pengajuan calon tersebut sesuai dengan ketentuan yang ada harus ditolak oleh penyelenggara,” imbuhnya dalam sidang Perkara 65/PHP.BUP-XIV/2016 tersebut.

Dalam hal syarat tersebut tidak terpenuhi, lanjut Saldi, maka calon tersebut pun harus ditolak. Dengan kata lain, menurut Saldi, MK dapat menyatakan Pilkada Kuansing cacat yuridis karena tidak terpenuhinya syarat pencalonan. “Sangat beralasan dilakukan pemungutan suara ulang untuk seluruh Kabupaten Kuansing dengan tanpa mengikutsertakan pasangan calon yang tidak memenuhi syarat tersebut,” jelasnya.

Selain itu, Saldi mengusulkan agar MK mengundang pengurus partai politik yang tersangkut dalam kasus tersebut untuk menjelaskan duduk perkara. Saldi juga meminta MK memeriksa dalil-dalil Pemohon lainnya demi kepastian hukum.

“Lagi pula, merujuk salah satu pertimbangan MK, terhadap permohonan penyelesaian perselisihan hasil pilkada yang memenuhi syarat tenggang waktu, legal standing, dan syarat ambang batas selisih suara, MK tetap akan melakukan pemeriksaan secara menyeluruh. Maka, berbagai permasalahan yang dikemukakan Pemohon, yang dinilai mempengaruhi hasil pilkada layak diperiksa secara menyeluruh, guna memastikan integritas penyelenggaraan Pilkada di Kuansing,” jelasnya.

Tidak Mengadili Kualitatif

Dalam persidangan juga hadir Konsultan Politik I Gusti Putu Artha selaku ahli Pihak Terkat Pasangan Calon Mursini dan Halim. Dikatakan Putu Artha, bukan wewenang MK untuk mengadili masalah syarat pencalonan kepala daerah.

Menurutnya, apabila semua pemangku kepentingan konsisten menjalankan undang-undang sesuai dengan tenggat waktu yang diatur, tidak perlu ada persoalan menyangkut pencalonan dan/atau yang sekarang terjadi di 5 daerah Indonesia sampai harus ada pemilihan susulan. “Seharusnya tidak perlu terjadi karena sudah diatur sangat rigid di undang-undang,” ujarnya.

Hasil pemilihan pilkada, jelasnya, menjadi ranah badan peradilan khusus yang didelegasikan oleh undang-undang kepada MK untuk sementara. Dari sisi batas waktu penyelesaian perkara pemilihan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 makin memberi kejelasan lembaga, perkara yang ditangani, dan batas waktu penyelesaiannya.

Sedangkan penanganan sengketa pemilihan telah harus diputus oleh Bawaslu dalam tempo 12 hari, pengangan pelanggaran pidana pemilihan memerlukan waktu 40 hari sejak perkara dilaporkan ke Bawaslu diteruskan ke Kepolisian hingga diputus dan berkekuatan hukum tetap oleh pengadilan tinggi. “Bahkan, secara khusus Pasal 150 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 menyebutkan, putusan pengadilan terhadap kasus tindak pidana pemilihan yang dapat mempengaruhi proses suara peserta pemilihan harus sudah diselesaikan paling lama 5 hari sebelum KPU provinsi dan/atau kabupaten/kota menetapkan hasil pemilihan,” imbuhnya.

Demikian dengan penyelesaian sengketa di Pengadilan Tata Usaha Negara. Objek perkara yang paling krusial dijadikan sengketa adalah Keputusan KPU provinsi kabupaten/kota mengenai pasangan calon yang dinyatakan memenuhi syarat pencalonan.

“Dengan demikian, menjadi tepat pula jika badan peradilan khusus yang menangani perselisihan hasil pemilihan yang untuk sementara ini wewenang itu ditugaskan kepada Mahkamah Konstitusi memang berfokus pada hasil pemilihan yang sifatnya kuantitatif. Mengingat pelanggaran yang bersifat kualitatif menjadi wewenang lembaga lain untuk menyelesaikannya,” jelasnya.

Pengakuan Saksi Pemohon

Pemohon juga menghadirkan saksi bernama Muajir yang mengungkap adanya intimidasi di perusahaan tempat ia bekerja. “Kami bekerja di salah satu perusahaan yang bekerjasama dengan PT. RAPP, diinstruksikan oleh salah seorang kepala bagian kami untuk memilih Pasangan Calon Nomor 2 Mursini dan Halim (Pihak Terkait). Jika tidak ikut perintah, akan diberhentikan dari tempat kami bekerja,” tutur Muajir.

Lain lagi dengan cerita Rudi Setiawan yang juga saksi Pemohon. “Waktu itu kami memang terlambat menggunakan hak pilih. Saat sampai di TPS tidak diperbolehkan oleh petugas, padahal waktu itu masih pukul 12.45. Termasuk adik perempuan saya juga tidak dapat menggunakan hak pilihnya,” imbuh Rudi.

Sementara itu, Mardius Adi Saputra selaku saksi yang dihadirkan Termohon, menjelaskan bahwa untuk TPS 7 Desa Marsawa, Ketua KPPS dituduh tidak memasukkan formulir C1 dalam kotak suara. “Memang benar formulir C1 tidak berada dalam kotak, tapi ini bukan unsur kesengajaan, hanya kelalaian. Saat itu disepakati untuk menunda penghitungan suara di Desa Marsawa. Setelah dicocokan datanya, tidak ada perbedaan antara arsip yang dimiliki oleh KPPS Desa Marsawa dengan arsip yang dimiliki saksi-saksi,” jelas Mardius selaku Ketua PPK Sentajo Raya.

Adapun Suyitno, selaku saksi yang dihadirkan Pihak Terkait, menampik terjadinya pengurangan suara di TPS 2 Sungai Bawang. “Ketika Pilkada, saya menjadi saksi pasangan calon nomor 2 di TPS 2 Sungai Bawang. Tidak benar terjadi pengurangan suara, semua saksi menandatangani berita acara,” tandasnya. (Nano Tresna Arfana/Ilham Wiryadi/lul/mahkamahkonsitusi.go.id)

Berita Lainnya

Index